SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI INAS NUUR KOSMEINI

Selasa, 27 Desember 2016

Demokrasi Dalam Perspektif Al-Qur’an

APERSEPSI
Demokrasi memiliki banyak pengertian. Diantara pengertian tersebut adalah suatu gagasan atau pandangan yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama bagi semua warga masyarakat/negara. Selain itu, dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan demokrasi adalah sistem (pemerintahan) yang menggambarkan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara mendasar Islam memandang manusia setara dan tidak mengistimewakan kelompok-kelompok tertentu. "Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu semua di hadapan Allah adalah orang-orang yang bertaqwa." Demikian Allah berfirman dalam al-Qur'an. "Tidak ada kelebihan atas orang Arab dengan non-Arab ('ajam)." Kata Rasulullah Saw.
Musyawarah (syura) dalam hal ini merupakan salah satu wujud penting dari ide demokrasi. Dalam kegiatan-kegiatan musyawarah biasanya akan tercermin persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama antara sesama peserta musyawarah. Selain itu kegiatan musyawarah biasanya memperjuangkan kepentingan banyak orang (masyarakat).

PENDALAMAN MATERI
A. Perintah Berlaku Lemah Lembut Kepada Sesama dan Bermusyawarah: QS. Ali Imran [3]: 159
 
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran [3]: 159)

Isi Kandungan QS. Ali Imran [3]: 159
Sikap lemah lembut yang dimiliki oleh Rasulullah merupakan rahmat. Ada sifat belas kasih, cinta serta kasih sayang pada diri Rasul. Sifat-sifat tersebut sangat memengaruhi beliau dalam memimpin. Dengan sifat-sifat tersebut, beliau memimpin umatnya dengan bijaksana dan penuh cinta serta kasih sayang. Sifat lemah lembut semacam ini harus kita teladani.

Rasul adalah seorang pemimpin. Seorang pemimpin hendaknya tidak berbuat kasar serta tidak berkeras hati. Apabila seorang pemimpin bersikap keras dan berhati kasar, orang-orang yang dipimpinnya menjadi enggan dan akan menjauh. Hendaknya seorang pemimpin dapat menjadi pelindung, orang tua, teman dan sahabat bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Oleh karena itu, (adakalanya) seorang pemimpin harus memiliki sifat pemaaf. Bahkan pada saat-saat tertentu seorang pemimpin perlu memohonkan ampun (kepada Allah) atas orang-orang yang pernah melakukan kesalahan. Demikian barangkali sifat seorang pemimpin yang bijaksana.

Hanya itu saja? Tidak! Seorang pemimpin juga perlu mengajak orang-orang/anggota masyarakat untuk bermusyawarah, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengajak umatnya bermusyawarah dalam memutuskan suatu permasalahan. Musyawarah merupakan bagian dari kepemimpinan. Dalam hal apa Rasulullah bermusyawarah? Dalam urusan aqidah, akhlak dan ibadah, Rasulullah tidak bermusyawarah. Rasulullah memimpin dan semua wajib tunduk, sebab aqidah, akhlak dan ibadah merupakan ketentuan yang rinci dari Allah SWT. Rasulullah SAW bermusyawarah dengan sahabatnya dalam muamalah duniawiyah (urusan dunia), misalnya bertani, hubungan antar manusia dan lain sebagainya.  

B. Putuskanlah Urusan Dengan Musyawarah: QS. Asy-Syura [42]: 38
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-Syura [42]: 38)

Isi Kandungan QS. Asy-Syura [42]: 38 
Allah SWT memerintahkan kepada manusia supaya melaksanakan musyawarah. Segala permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan bersama, kita diperintahkan untuk bermusyawarah. Musyawarah untuk mencapai mufakat dan mencari jalan jalan terbaik agar dapat keluar dari masalah. Hal lain yang perlu diperhatikan, perintah untuk bermusyawarah ini sejajar dengan perintah melaksanakan shalat serta menginfakkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah. Sebagian ahli tafsir memaknai, bahwa pentingnya bermusyawarah itu sejajar dengan perintah shalat dan menginfakkan harta benda (zakat/shadaqoh). Dengan demikian musyawarah harus kita junjung tinggi. Demikian pentingnya musyawarah dalam Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar