Allah menciptakan bumi dengan segala isinya
untuk manusia. Agar supaya manusia mengelolanya untuk mendapatkan manfaat
dengan baik dan benar. Daratan yang membentang luas mengandung sumber daya alam
berharga. Di sana, di permukaan bumi terkandung kesuburan tanah yang dapat
memberikan rizki melimpah. Di sana pula, dalam perut bumi terkandung aneka
macam kekayaan tambang, mulai dari minyak bumi, emas, nikel, hingga batu bara.
Belum lagi di lautan, yang laksana kolam raksasa penuh dengan aneka macam jenis
kekayaan serta menawarkan rezeki tidak terbatas. Jika kenyataannya kekayaan
tersebut belum bisa membawa
kesejahteraan bagi umat manusia, tentu ada yang keliru dalam pengelolaannya. Apalagi jika yang tersisa saat ini hanyalah kerusakan lingkungan hingga mengakibatkan terjadinya duka nestapa bencana yang silih berganti. Adakah yang salah dengan sikap kita terhadap lingkungan alam anugerah Allah yang tiada tara besarnya bagi umat manusia ini?
kesejahteraan bagi umat manusia, tentu ada yang keliru dalam pengelolaannya. Apalagi jika yang tersisa saat ini hanyalah kerusakan lingkungan hingga mengakibatkan terjadinya duka nestapa bencana yang silih berganti. Adakah yang salah dengan sikap kita terhadap lingkungan alam anugerah Allah yang tiada tara besarnya bagi umat manusia ini?
PENDALAMAN MATERI
A.
Kerusakan
di Daratan dan Lautan Akibat Perbuatan Manusia: QS. Ar-Rum [30]: 41 – 42
Artinya: (41) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar). (42) Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (QS.
Ar-Rum [30]: 41 – 42)
Isi Kandungan
QS. Ar-Rum [30]: 41 – 42
Sudah mafhum bahwa Allah telah mengutus
manusia di muka bumi ini untuk menjadi khalifah. Sebagai khalifah manusia
berkewajiban menjaga, mengelola, dan melestarikan bumi dan seluruh isinya agar
tidak rusak. Kenyataannya tidak jarang manusia justru lalai dengan tugas
kekhalifahannya tersebut sehingga bumi menjadi rusak. Inilah yang juga telah
diperingatkan oleh Allah SWT dalam ayat lain dengan firman-Nya, “Janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah perbaikannya” (QS. Al-A’raf
[7]: 56).
Siapakah yang dianggap berbuat kerusakan
di muka bumi? Mereka adalah manusia yang sekedar menggunakan akal dan nafsunya,
tetapi tidak mengindahkan hati nurani dan ajaran agama dalam mengelola bumi
ini. Akibatnya, segala aspek kehidupan di muka bumi menjadi timpang dan tidak
seimbang. Kemajuan tekhnologi dan pengetahuan, justru menjadikan manusia
semakin jauh dari mengingat Tuhan. Peningkatan ekonomi di sisi lain justru kian
menambah kerusakan-kerusakan alam. Yang sangat mudah dirasakan, pembangunan di
daratan maupun di lautan telah berimbas pada buruknya kualitas lingkungan.
Polusi udara akibat menumpuknya zat-zat pembakar menyebabkan udara sebagai
sumber energi kita menjadi tidak sehat. Demikian halnya dengan air, telah
mengalami pencemaran berat yang mengancam kelangsungan kehidupan seluruh
makhluk hidup.
Kerusakan di muka bumi harus dihentikan.
Sebagaimana disebutkan pada penghujung ayat ke-41, manusia hendaknya segera
kembali. Artinya melakukan evaluasi dan koreksi dengan apa yang telah dilakukan
untuk kembali memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Jangan hanya mencari dan
mencari demi keuntungan diri sendiri, lalu merugikan orang lain. Jangan hanya
sekedar untuk meraih kesenangan-kesenangan dan kenikmatan yang sebentar, tetapi
berakibat pada kesengsaraan orang banyak. Jika manusia kembali berusaha
mengelola bumi secara baik, sesuai yang diperintahkan Allah, bumi tidak mungkin
rusak. Kelestarian dan kemakmuran bumi akan tetap terjaga.
Sementara, jika bumi tetap dibiarkan
rusak yang akan dirugikan adalah manusia itu sendiri. Reruntuhan negeri-negeri
yang hancur dan musnahnya umat-umat terdahulu, merupakan bukti sekaligus
menjadi pelajaran kepada kita. Kesombongan kaum Tsamud, kemungkaran kaum Nabi
Nuh, kebrutalan perilaku (seks) kaum Lut, dan sebagainya, telah berakhir dengan
kehancuran. Mereka telah ingkar dan enggan kembali kepada Allah SWT sehingga
Dia pun memusnahkan mereka. Dari sisnilah kita diingatkan untuk tidak
mengulangi kesalahan-kesalahan umat-umat terdahulu dalam mengelola bumi ini.
B.
Allah SWT
Dekat kepada Orang-Orang yang Berbuat Kebaikan: QS. Al-A’raf [7]: 56 – 58
Artinya: (56)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik. (57) Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai
pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila
angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus,
lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan
itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) dan tanah yang
baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak
subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi
tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. Al-A’raf
[7]: 56 – 58)
Isi
Kandungan QS. Al-A’raf [7]: 56 – 58
Bumi harus dikelola secara benar agar
memberi manfaat kepada semua umat manusia. Dalam ayat ini pun Allah kembali
mengecam tindakan perusakan. Kalau tidak sanggup berbuat yang lebih baik, tidak
perlu berbuat yang berpotensi merusakkan. Namun, tidak jarang kita temukan
manusia yang perbuatan hidupnya meresahkan masyarakat dan mengancam lingkungan.
Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk selalu memohon kepada Allah agar
terhindar dari perbuatan perusakkan tersebut. Demikian yang dilafalkan pada
ayat ini, “Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap”.
Dijelaskan pula pada kelanjutan ayatnya
tentang penghargaan terhadap orang yang berbuat ihsan (muhsin),
yaitu orang yang selalu berbuat kebajikan. Sebagaimana dijelaskan oleh
Rasulullah SAW bahwa ihsan berarti, “Kamu menyembah kepada Allah seakan-akan
kamu melihat Dia. Meskipun kamu tidak bisa melihat Dia, tetapi Dia selalu
melihatmu”.
Dalam menjalani hidup, ihsan memiliki
kontrol agar langkah-langkahnya tetap sesuai dengan yang digariskan Allah SWT.
Tidak melakukan pelanggaran dan perusakan, yang sesungguhnya hanya akan
merugikan diri sendiri dan orang lain. Kesempatan hidupnya dijadikan sebagai
sarana ibadah yang merupakan amanah Allah kepada manusia.
Dialah yang selalu berusaha memperbaiki
kualitas diri, baik imannya, ilmunya, profesinya, maupun dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kualitas diri tersebut merupakan cerminan dirinya
yang memang telah bertaqarub kepada Allah SWT kapan dan dimanapun. Dengan
demikian Allah pun akan memberi balasan berupa rahmat, baik di dunia dan di
akhirat.
Pada ayat ke-57 manusia kembali
diingatkan untuk memerhatikan alam sekitar , seperti termaktub dalam firman
Allah, “Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira”. Jika
merunut dalam bahasa Arab, kata dasar “riyah” yaitu “rih” berarti
angin. Kata ini seakar dengan kata, “ruh” yang berarti nyawa atau
arwah. Angin memang menjadi sumber
kehidupan bagi makhluk hidup di dunia ini layaknya nyawa. Jika tidak ada angin
atau dalam arti luasnya termasuk udara, cuaca, atau suhu kita pun akan mati.
Oleh karena itu, pantaslah jika angin dikatakan sebagai pembawa kabar gembira.
Perhatikan pula tentang siklus kehidupan
di bumi. Udara jika telah sampai pada puncak dinginnya akan berubah menjadi
uap, dari uap berubah menjadi awan sehingga tebal dan menggumpal. Kemudian,
awan itu berubahlah menjadi air dan karena dinginnya juga akan berganti menjadi
salju. Apabila salju telah berat selanjutnya akan jatuh menjadi hujan. Dengan
turunnya hujan basahlah permukaan bumi, sehingga yang sebelumnya tandus menjadi
basah dan subur kembali. Dari sisni tanaman menjadi tumbuh dan berbuah,
binatang dan manusia tidak lagi merasa kehausan.
Demikianlah bukti bahwa Allah berkuasa
untuk menghidupkan bumi yang sebelumnya kering dan mati menjadi hidup setelah
diturunkannya hujan. Dengan demikian, mudahlah Allah untuk bisa menghidupkan
kembali orang yang telah mati pada hari kiamat kelak. Hal inilah yang hendaknya
menjadi pelajaran bagi kita.
Dilanjutkan pada ayat ke-58 tentang
proses sunnatullah, di mana jika hujan turun di tanah yang subur tanaman
tersebut akan tumbuh dengan baik. Sementara, jika ternyata turun di tanah yang
tandus, tanamannya pun tidak bisa tumbuh dengan baik. Ayat-ayat ini menjadi
rahasia yang harus dibongkar dan dipelajarai. Hendaknya manusia mau belajar dan
merenungkan pada kebesaran Allah atas keseimbangan alam dan segala peristiwa
yang terjadi. Jika manusia tidak mau berterima kasih kepada Allah, terlebih
dengan berbuat sombong seperti berbuat merusak lingkungan, mengeksploitasi
dengan melampaui batas, tunggulah saatnya karena musibah segera terjadi.
Musibah dapat berupa banjir bandang, kekeringan, tiupan angin, tanah longsor,
kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Satu contoh adalah yang
dialami kaum saba sebagaimana dijelaskan dalam surat saba [34] mulai ayat 15 –
20. Kaum yang tinggal di kawasan Arab selatan itu, karena enggan berterima
kasih, tanah subur mereka berubah menjadi tandus dan kering.
Lebih lanjut, Ibnu Abbad dalam
menafsirkan tanah yang subur layaknya seseorang yang memiliki jiwa iman,
sedangkan tanah yang tandus menunjukkan jiwa yang kufur dan enggan berterima
kasih kepada Tuhan-Nya. Ketika kedua kelompok tadi mendapatkan siraman
ayat-ayat Al-Qur’an, jiwa yang mukmin kian menampakkan keimanannya, tetapi bagi
yang berjiwa kafir sangatlah sulit utuk bersyukur sehingga tetap pada kebodohan
dan kemerosotan akhlak.
C.
Pencipta
Langit dan Bumi serta Apa yang Ada di Antaranya Tidak Ada yang Sia-Sia: QS.
Shad [38]: 27
Artinya: Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (QS. Shad [38]: 27)
Isi
Kandungan QS. Shad [38]: 27
Tidak ada kesia-siaan dalam penciptaan
langit dan bumi. Menurut ahli tafsir, kata “batil” dalam ayat ini bisa
mengandung arti tidak ada manfaat dan hikmahnya. Jadi sungguh salah anggapan
bahwa dalam penciptaan langit dan bumi tidak mengandung manfaat dan hikmah. Ada
juga yang menafsirkan bahwa dikatakan batil karena tidak ada akibatnya bagi
manusia. Demikian kekeliruan sebagian orang, karena menganggap tidak ada
akibatnya, dibolehkan untuk berbuat apa saja tanpa khawatir dengan akibatnya.
Anggapan keliru sebagaimana yang
disinggung pada ayat di atas menyebabkan sebagian manusia berkecenderungan
untuk berbuat semau hati dan merusak. Allah bahkan mengingatkan sikap tersebut
sebagai orang-orang kafir. Dengan kekafirannya, mereka menganggap dunia ini tidak
ada arti dan gunanya sehingga mereka berbat sesuka hati tanpa khawatir ada
balasan dari perbuatannya. Padahal, di akhirat kelak mereka akan mendapatkan
hukuman neraka.
D.
Allah
Menciptakan Segala Apa yang Ada di Bumi untuk Manusia: QS. Al-Baqarah [2]: 29
Artinya: Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan)
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]: 29)
Isi Kandungan QS. Al-Baqarah [2]: 29
Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi merupakan karunia
Allah yang diberikan kepada manusia. Untuk itu manusia hendaknya dapat
mengelola dan mengambil manfaat sebagai modal menjalani hidup ini sebagai
makhluk Allah SWT. Dengan akal, ilmu, dan pengalaman, manusia harus dapat
mengelola bumi agar terkelola dengan baik serta terjaga kelestariannya.
Kaitannya dengan tujuh langit yang disebutkan dalam ayat ini,
kalangan mufassirin berbeda pendapat. Apakah berarti jumlah perbatasannya yang
memang tujuh, planetnya, galaksinya, ataukah yang lain. Akan tetapi, cukup bagi
kita meyakini bahwa jumlah langit adalah banyak.
untuk membantu menjaga kelestarian lingkungan coba deh ganti kemasan produk makanan dengan kemasan makanan food grade
BalasHapus