SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI INAS NUUR KOSMEINI

Selasa, 27 Desember 2016

Menjaga Kelestarian Lingkungan

APERSEPSI
Allah menciptakan bumi dengan segala isinya untuk manusia. Agar supaya manusia mengelolanya untuk mendapatkan manfaat dengan baik dan benar. Daratan yang membentang luas mengandung sumber daya alam berharga. Di sana, di permukaan bumi terkandung kesuburan tanah yang dapat memberikan rizki melimpah. Di sana pula, dalam perut bumi terkandung aneka macam kekayaan tambang, mulai dari minyak bumi, emas, nikel, hingga batu bara. Belum lagi di lautan, yang laksana kolam raksasa penuh dengan aneka macam jenis kekayaan serta menawarkan rezeki tidak terbatas. Jika kenyataannya kekayaan tersebut belum bisa membawa
kesejahteraan bagi umat manusia, tentu ada yang keliru dalam pengelolaannya. Apalagi jika yang tersisa saat ini hanyalah kerusakan lingkungan hingga mengakibatkan terjadinya duka nestapa bencana yang silih berganti. Adakah yang salah dengan sikap kita terhadap lingkungan alam anugerah Allah yang tiada tara besarnya bagi umat manusia ini?

PENDALAMAN MATERI
A.  Kerusakan di Daratan dan Lautan Akibat Perbuatan Manusia: QS. Ar-Rum [30]: 41 – 42
 
Artinya: (41) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (42) Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (QS. Ar-Rum [30]: 41 – 42)

Isi Kandungan QS. Ar-Rum [30]: 41 – 42
Sudah mafhum bahwa Allah telah mengutus manusia di muka bumi ini untuk menjadi khalifah. Sebagai khalifah manusia berkewajiban menjaga, mengelola, dan melestarikan bumi dan seluruh isinya agar tidak rusak. Kenyataannya tidak jarang manusia justru lalai dengan tugas kekhalifahannya tersebut sehingga bumi menjadi rusak. Inilah yang juga telah diperingatkan oleh Allah SWT dalam ayat lain dengan firman-Nya, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah perbaikannya” (QS. Al-A’raf [7]: 56).

Siapakah yang dianggap berbuat kerusakan di muka bumi? Mereka adalah manusia yang sekedar menggunakan akal dan nafsunya, tetapi tidak mengindahkan hati nurani dan ajaran agama dalam mengelola bumi ini. Akibatnya, segala aspek kehidupan di muka bumi menjadi timpang dan tidak seimbang. Kemajuan tekhnologi dan pengetahuan, justru menjadikan manusia semakin jauh dari mengingat Tuhan. Peningkatan ekonomi di sisi lain justru kian menambah kerusakan-kerusakan alam. Yang sangat mudah dirasakan, pembangunan di daratan maupun di lautan telah berimbas pada buruknya kualitas lingkungan. Polusi udara akibat menumpuknya zat-zat pembakar menyebabkan udara sebagai sumber energi kita menjadi tidak sehat. Demikian halnya dengan air, telah mengalami pencemaran berat yang mengancam kelangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup.

Kerusakan di muka bumi harus dihentikan. Sebagaimana disebutkan pada penghujung ayat ke-41, manusia hendaknya segera kembali. Artinya melakukan evaluasi dan koreksi dengan apa yang telah dilakukan untuk kembali memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Jangan hanya mencari dan mencari demi keuntungan diri sendiri, lalu merugikan orang lain. Jangan hanya sekedar untuk meraih kesenangan-kesenangan dan kenikmatan yang sebentar, tetapi berakibat pada kesengsaraan orang banyak. Jika manusia kembali berusaha mengelola bumi secara baik, sesuai yang diperintahkan Allah, bumi tidak mungkin rusak. Kelestarian dan kemakmuran bumi akan tetap terjaga.

Sementara, jika bumi tetap dibiarkan rusak yang akan dirugikan adalah manusia itu sendiri. Reruntuhan negeri-negeri yang hancur dan musnahnya umat-umat terdahulu, merupakan bukti sekaligus menjadi pelajaran kepada kita. Kesombongan kaum Tsamud, kemungkaran kaum Nabi Nuh, kebrutalan perilaku (seks) kaum Lut, dan sebagainya, telah berakhir dengan kehancuran. Mereka telah ingkar dan enggan kembali kepada Allah SWT sehingga Dia pun memusnahkan mereka. Dari sisnilah kita diingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan umat-umat terdahulu dalam mengelola bumi ini.

B. Allah SWT Dekat kepada Orang-Orang yang Berbuat Kebaikan: QS. Al-A’raf [7]: 56 – 58
 

Artinya: (56) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (57) Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. Al-A’raf [7]: 56 – 58)

Isi Kandungan QS. Al-A’raf [7]: 56 – 58
Bumi harus dikelola secara benar agar memberi manfaat kepada semua umat manusia. Dalam ayat ini pun Allah kembali mengecam tindakan perusakan. Kalau tidak sanggup berbuat yang lebih baik, tidak perlu berbuat yang berpotensi merusakkan. Namun, tidak jarang kita temukan manusia yang perbuatan hidupnya meresahkan masyarakat dan mengancam lingkungan. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk selalu memohon kepada Allah agar terhindar dari perbuatan perusakkan tersebut. Demikian yang dilafalkan pada ayat ini, “Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap”.

Dijelaskan pula pada kelanjutan ayatnya tentang penghargaan terhadap orang yang berbuat ihsan (muhsin), yaitu orang yang selalu berbuat kebajikan. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa ihsan berarti, “Kamu menyembah kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Meskipun kamu tidak bisa melihat Dia, tetapi Dia selalu melihatmu”.

Dalam menjalani hidup, ihsan memiliki kontrol agar langkah-langkahnya tetap sesuai dengan yang digariskan Allah SWT. Tidak melakukan pelanggaran dan perusakan, yang sesungguhnya hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Kesempatan hidupnya dijadikan sebagai sarana ibadah yang merupakan amanah Allah kepada manusia.

Dialah yang selalu berusaha memperbaiki kualitas diri, baik imannya, ilmunya, profesinya, maupun dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kualitas diri tersebut merupakan cerminan dirinya yang memang telah bertaqarub kepada Allah SWT kapan dan dimanapun. Dengan demikian Allah pun akan memberi balasan berupa rahmat, baik di dunia dan di akhirat.

Pada ayat ke-57 manusia kembali diingatkan untuk memerhatikan alam sekitar , seperti termaktub dalam firman Allah, “Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira”. Jika merunut dalam bahasa Arab, kata dasar “riyah” yaitu “rih” berarti angin. Kata ini seakar dengan kata, “ruh” yang berarti nyawa atau arwah.  Angin memang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup di dunia ini layaknya nyawa. Jika tidak ada angin atau dalam arti luasnya termasuk udara, cuaca, atau suhu kita pun akan mati. Oleh karena itu, pantaslah jika angin dikatakan sebagai pembawa kabar gembira.

Perhatikan pula tentang siklus kehidupan di bumi. Udara jika telah sampai pada puncak dinginnya akan berubah menjadi uap, dari uap berubah menjadi awan sehingga tebal dan menggumpal. Kemudian, awan itu berubahlah menjadi air dan karena dinginnya juga akan berganti menjadi salju. Apabila salju telah berat selanjutnya akan jatuh menjadi hujan. Dengan turunnya hujan basahlah permukaan bumi, sehingga yang sebelumnya tandus menjadi basah dan subur kembali. Dari sisni tanaman menjadi tumbuh dan berbuah, binatang dan manusia tidak lagi merasa kehausan.

Demikianlah bukti bahwa Allah berkuasa untuk menghidupkan bumi yang sebelumnya kering dan mati menjadi hidup setelah diturunkannya hujan. Dengan demikian, mudahlah Allah untuk bisa menghidupkan kembali orang yang telah mati pada hari kiamat kelak. Hal inilah yang hendaknya menjadi pelajaran bagi kita.

Dilanjutkan pada ayat ke-58 tentang proses sunnatullah, di mana jika hujan turun di tanah yang subur tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik. Sementara, jika ternyata turun di tanah yang tandus, tanamannya pun tidak bisa tumbuh dengan baik. Ayat-ayat ini menjadi rahasia yang harus dibongkar dan dipelajarai. Hendaknya manusia mau belajar dan merenungkan pada kebesaran Allah atas keseimbangan alam dan segala peristiwa yang terjadi. Jika manusia tidak mau berterima kasih kepada Allah, terlebih dengan berbuat sombong seperti berbuat merusak lingkungan, mengeksploitasi dengan melampaui batas, tunggulah saatnya karena musibah segera terjadi. Musibah dapat berupa banjir bandang, kekeringan, tiupan angin, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Satu contoh adalah yang dialami kaum saba sebagaimana dijelaskan dalam surat saba [34] mulai ayat 15 – 20. Kaum yang tinggal di kawasan Arab selatan itu, karena enggan berterima kasih, tanah subur mereka berubah menjadi tandus dan kering.

Lebih lanjut, Ibnu Abbad dalam menafsirkan tanah yang subur layaknya seseorang yang memiliki jiwa iman, sedangkan tanah yang tandus menunjukkan jiwa yang kufur dan enggan berterima kasih kepada Tuhan-Nya. Ketika kedua kelompok tadi mendapatkan siraman ayat-ayat Al-Qur’an, jiwa yang mukmin kian menampakkan keimanannya, tetapi bagi yang berjiwa kafir sangatlah sulit utuk bersyukur sehingga tetap pada kebodohan dan kemerosotan akhlak.

C. Pencipta Langit dan Bumi serta Apa yang Ada di Antaranya Tidak Ada yang Sia-Sia: QS. Shad [38]: 27
Artinya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (QS. Shad [38]: 27)

Isi Kandungan QS. Shad [38]: 27
Tidak ada kesia-siaan dalam penciptaan langit dan bumi. Menurut ahli tafsir, kata “batil” dalam ayat ini bisa mengandung arti tidak ada manfaat dan hikmahnya. Jadi sungguh salah anggapan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi tidak mengandung manfaat dan hikmah. Ada juga yang menafsirkan bahwa dikatakan batil karena tidak ada akibatnya bagi manusia. Demikian kekeliruan sebagian orang, karena menganggap tidak ada akibatnya, dibolehkan untuk berbuat apa saja tanpa khawatir dengan akibatnya.

Anggapan keliru sebagaimana yang disinggung pada ayat di atas menyebabkan sebagian manusia berkecenderungan untuk berbuat semau hati dan merusak. Allah bahkan mengingatkan sikap tersebut sebagai orang-orang kafir. Dengan kekafirannya, mereka menganggap dunia ini tidak ada arti dan gunanya sehingga mereka berbat sesuka hati tanpa khawatir ada balasan dari perbuatannya. Padahal, di akhirat kelak mereka akan mendapatkan hukuman neraka.

D. Allah Menciptakan Segala Apa yang Ada di Bumi untuk Manusia: QS. Al-Baqarah [2]: 29
 

Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]: 29)


Isi Kandungan QS. Al-Baqarah [2]: 29
Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi merupakan karunia Allah yang diberikan kepada manusia. Untuk itu manusia hendaknya dapat mengelola dan mengambil manfaat sebagai modal menjalani hidup ini sebagai makhluk Allah SWT. Dengan akal, ilmu, dan pengalaman, manusia harus dapat mengelola bumi agar terkelola dengan baik serta terjaga kelestariannya.

Kaitannya dengan tujuh langit yang disebutkan dalam ayat ini, kalangan mufassirin berbeda pendapat. Apakah berarti jumlah perbatasannya yang memang tujuh, planetnya, galaksinya, ataukah yang lain. Akan tetapi, cukup bagi kita meyakini bahwa jumlah langit adalah banyak.

Ayat ini merupakan anjuran bagi kita agar bertafakur memikirkan besarnya rahmat Allah yang diberikan kepada kita. Karena itu, sudah seharusnya rasa syukur tersebut kita wujudkan dengan bersembah sujud dihadapan-Nya. 

1 komentar:

  1. untuk membantu menjaga kelestarian lingkungan coba deh ganti kemasan produk makanan dengan kemasan makanan food grade

    BalasHapus